Kamis, 24 Agustus 2017

Biografi Penyair muda Bojonegoro, M.FARID CAHYA HENDRAWAN.

Biodata Penyair muda Bojonegoro



















Nama : Mochammad Farid Cahya Hendrawan

Nama Saudara :
1.Rohmad (Alm)
2.Kusmiyati
3.Yayuk Istiqomah
4.Mochamad Ridwan
5.Agus Prayitno
6.Agustina (Almh)
7.Yulia Nur Amalia
8.Mochammad Farid Cahya Hendrawan
Nama Orang tua :
Bapak Parji dan Ibu Paidjah (Almh)
Almamater Pendidikan :
1.TK Dharma Wanita Genjor
2.SD Negeri Genjor
2.SMP Negeri 1 Sugihwaras
4.SMA Negeri 1 Sugihwaras
Tempat, Tanggal lahir : Bojonegoro, 15 November 2000
Hobby : Menulis dan Menari
Tinggi badan : 178 cm
Berat badan   : 73 kg
Zodiac             : Scorpio
Makanan kesukaan : Soto Ayam
Alamat : Desa Genjor RT.05 RW.01, Kecamatan Sugihwaras
                Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
Genre musik  : Semua Genre musik
Cita-cita          : Penulis dan Seniman Tari
Motto Hidup   : “Lebih baik jatuh berkali-kali dalam pahitnya kegagalan,










                              Lalu bangkit demi merubah pahitnya kegagalan menjadi
                              Manisnya kesuksesan “



AUTOBIOGRAFI PENYAIR MUDA BOJONEGORO
Ia bernama lengkap Mochammad Farid Cahya Hendrawan , tetapi lebih sering dan akrab di panggil Farid. Ia di lahirkan di salah satu Rumah Sakit di Bojonegoro, yaitu di RSUD Dr.Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, pukul 13.00 WIB. Menurut yang pernah di ceritakan oleh Bapaknya, arti dan makna namanya di ambil dari waktu ketika Farid lahir di alam semesta ini. Nama terakhirnya Hendrawan, di petik dari kalimat awan, yang dalam bahasa jawa artinya siang, karena di anggap kalimat awan kurang sesuai , lalu diberikan tambahan depan Hendra, yang menyambung menjadi Hendrawan.
                        Sejak masih dalam usia balita, Farid sangat menyenangi permainan dengan mainan , yang terdapat gambar-gambar, ataupun tulisan di dalam mainan tersebut. Farid di masa balita suka membuat coret-coretan, entah itu di dalam buku, kertas, ataupun di tempat media yang lain. Sehingga lama kelamaan ketika menginjak sekolah taman kanak-kanak, ia mencoba untuk belajar menulis huruf. Setiap Farid hendak pergi berangkat ke sekolah, ataupun berangkat ke tempat belajar mengaji (Madrasah Diniyah), Farid tidak akan mau berangkat kalau jumlah pensilnya tidak berjumlah lebih dari satu pensil. Sebelum Farid berusia lebih dari dua belas tahun, postur tubuh dan berat badannya masih terbilang kurus, ketika beranjak tiga belas tahun pola makan juga gaya hidupnya mulai tidak terkendali, lalu ia sekarang menjadi berbadan gemuk, berbeda seratus delapan puluh derajat dari Farid yang dulu.

                         Farid merupakan Anak Bungsu, dari delapan bersaudara, yang sekarang tinggal enam bersaudara. Kakak sulungnya yang laki-laki terlebih dahulu menghadap Allah SWT, waktu usia Farid baru genap tujuh hari. Sedangkan Kakak perempuannya meninggal dunia , jauh sebelum ia lahir di alam semesta ini.Menurut beberapa pendapat, dan perkataan-perkataan dari setiap orang  di sekitar rumahnya, Farid sangat mirip sekali dengan Kakak sulungnya, baik dari bentuk mata, tinggi badan, bentuk wajah, juga kebiasaan-kebiasaan, yang sering di lakukan Kakak sulungnya dulu.Tidak jarang tetangga kanan-kirinya memanggil Farid sama dengan sebutan Kakak sulungnya. Meskipun banyak anggapan yang berpendapat bermacam-macam sebutan serta julukan, Farid tidak menghiraukannya sama sekali, toh ia merasa wajar saja orang-orang memanggilnya demikian, karena itu juga Saudara Kandung Farid, jadi tidak ada yang salah sama sekali.Tapi ada pula yang tidak mirip, yaitu hanya pada postur tubuh dan berat badannya saja.

Tahun dua ribu sepuluh di bulan juli, tepatnya pada tanggal tiga, waktu usianya baru sembilan tahun , ketika duduk dibangku kelas empat Sekolah Dasar, sosok Seseorang Wanita yang begitu Farid sayangi, begitu berharga dan berarti baginya, selalu Farid impikan bahwasannya Farid bisa selalu di dampinginya, yakni Sosok Ibu Kandung Farid, Ibunda tercinta kembali berpulang menghadap ke pangkuan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Suasana sedih , rindu untuk kembali bertemu, menghampiri diri Sang Penyair Puisi.Kendati demikian, Farid tetap tegar dan mengikhlaskan kepergian Ibundanya, ia berpendapat apabila semua Khalifah, atau semua makhluk hidup di muka bumi ini, bagaikan tanaman yang tidak lama, akan di panen oleh pemilik tanamannya. Ibunda Farid selalu memanjakan Farid, apapun yang mintanya dan di kehendakinya, selalu Ibunda Farid menurutinya, wajar saja kalau Farid begitu terpukul melihat kepergian Ibundanya. Ada kebiasaan yang mungkin jarang sekali terjadi oleh anak-anak balita lainnya, dan mungkin kebiasaan ini terbiasa sampai sang Ibu meninggalkannya, yaitu meminta untuk di garuk telapak tangannya, sebelum Farid akan memejamkan ke dua matanya. Bahkan ketika usianya sudah remaja, kebiasaan kecil itu masih terbawa, dan Farid tidak akan tidur sebelum menggaruk telapak tangannya.
                                       Sewaktu Farid akan melaksanakan khitan, kelas enam sekolah dasar, di bulan februari tahun dua ribu dua belas, dalam acara syukuran khitanannya, Farid mendapat tamu istimewa, Ia di datangi Orang nomer satu di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Bapak Drs.H.Suyoto, M.Si.  Farid begitu bahagia dan gembira, karena banyak sekali para orang –orang pemerintahan kabupaten, yang menyambangi gubuk kecil Sang Penyair Puisi.  Ia juga sempat bertanya-tanya mengapa rumahnya yang hanya berlantai tanah, dan dinding yang terbuat dari anyaman bambu, dapat diketahui orang pemerintahan di kala itu. Dulu semasa sekolah dasar, Farid mempunyai banyak kenangan cerita-cerita indah, yang selalu menemani hari-hari Sang Penyair Puisi. Ketika pertengahan akhir kelas enam sekolah dasar, sewaktu ingin masuk ruang kelas, farid mengalami nasib tragis tangan kiri Farid harus sobek , karena terkena pintu, akibat di jorokkan oleh teman sebangkunya dulu.Pada saat mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, di sekolah dasar, Farid termasuk anak yang tidak begitu faham akan dunia olahraga, ia selalu tampak kebingungan di kala jam pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
                                            Setelah menempuh pendidikan di jenjang sekolah dasar, Farid melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama, di SMP Negeri 1 Sugihwaras, yang letaknya lumayan jauh dari rumah Farid.Kelas tujuh sekolah menengah pertama, saat masih awal masuk sekolah menengah pertama, tepatnya pada saat selesai membaca pengumuman penerimaan peserta didik baru,  sore hari tepatnya waktu menjelang sholat maghrib, hendak pulang ke rumahnya, Farid mengalami pengalaman buruk, rantai sepedanya terputus di tengah jalan raya, sehingga Farid menuntun sepedanya supaya sampai di depan tempat servis sepeda. Akhirnya Farid mengetahui tempat servis sepeda, langsunglah Farid memperbaiki sepedanya, kemudian ia kembali melanjutkan perjalanan pulangnya yang sampai pukul setengah delapan malam ia baru sampai di rumah. Dahulu kala saat bersekolah, saat pulang ia selalu menjadi korban dari ulah tangan-tangan jahil , entah dari kakak kelas ataupun teman seusianya, seperti alat-alat sepeda yang tidak lengkap, dan mungkin pernah juga ban sepedanya di kempesi , sehingga ia sering sekali memperbaiki sepedanya setiap hari. Mungkin hanya berjarak satu atau dua hari tidak menserviskan sepedanya, lebih dari itu ia sering sekali pergi ke tukang servis sepeda. Farid tetap tabah dan berbesar hati, tidak ingin putus asa atau menyerah, meski kadang kala ia dituntut untuk mengalah.
Farid juga aktif berorganisasi, seperti mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Palang Merah Remaja (PMR), yang ia ikuti sejak kelas delapan Sekolah Menengah Pertama, ia merasa suka kegiatan tersebut, karena ia juga tahu bagaimana cara yang harus di lakukan saat menghadapi orang di sekitarnya yang sedang sakit.  Selain itu pula Farid juga sangat aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR), yang membuatnya juga berfikir kritis dan analitis, memecahkan masalah , dan membuat percobaan ilmiah dengan cara-cara yang sederhana.  Kelas delapan sekolah menengah pertama, Bapak Farid berniat untuk menempatkan Farid di pondok pesantren, yang bertempat di Desa Trate, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro, di bawah asuhan Kyai Mohammad Syukri. Disana selain Farid bisa mendapatkan ilmu-ilmu keagamaan, Farid juga mendapatkan banyak pengalaman yang ia terima di lingkungan asrama. Di samping itu pula meskipun hidup di bawah naungan pesantren, yang berlandaskan nilai-nilai agama, Farid juga masih mendapatkan pendidikan formal, yaitu ketika pukul 07.00 WIB-13.00 WIB, Waktu itu Farid habiskan untuk belajar ilmu duniawi, pukul 14.30 WIB-21.30 WIB, Waktu itu Farid pergunakan semaksimal mungkin itu mengejar pendidikan ilmu agama.

               Kelas delapan Sekolah Menengah Pertama, Farid mulai menerima tugas untuk membuat beberapa karangan sastra, yang berwujud puisi. Ia mendapat tugas tersebut dari guru pembimbing bahasa indonesia,, Ibu Yusiati. Berkat penyampaian materi tentang cara menulis puisi yang baik dan benar, Farid mulai tergugah hati untuk membuat tulisan sajak berwujud puisi. Lambat laun ia pun menjadikan menulis puisi, menjadi sebuah kegemaran baru bagi dirinya. Awalnya banyak siswa-siswi SMPNegeri 1 Sugihwaras, banyak yang belum mengetahui kalau Farid seorang Penyair Puisi, karena Farid begitu aktif dan sering memajang karya puisi di majalah dinding (mading) sekolah, lalu siswa-siswi dan Guru SMP Negeri 1 Sugihwaras mengetahui Farid sebagai Penyair puisi. Kelas sembilan sehabis ujian praktek  sekolah, Farid mendapatkan hadiah dari Bapak Bupati Bojonegoro, sebagai wujud apresiasi , karena Farid rajin sekali mengirimkan puisi. Farid selalu mengirimkan puisinya, meskipun ia tidak tahu apakah puisi itu akan di tolak ataupun diterima. Berbulan-bulan berjalan, ia tetap sabar menunggu jawaban dari puisi-puisinya, lalu Bapak Bupati Bojonegoro mengirimkan Assistennya untuk mengasihkan hadiah berupa alat elektronik ipad.  Guru-Guru SMP Negeri 1 Sugihwaras saling memberikan ucapan selamat kepada Farid, karena begitu bangga ternyata di balik latar belakang Farid yang menjadi Siswa Pendiam, namun mampu menghasilkan karya sastra yang luar biasa.  Puisinya juga sudah dimuat di dunia maya, seperti sudah di muat di web resmi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, selain itu farid juga mempublikasikan puisinya di puisipenyairmudabojonegoro.blogspot.com. Farid juga tidak mengetahui kalau dirinya, sudah diberitakan di media massa Radar Bojonegoro, Farid sendiri mengetahui kabar tersebut dari mulut orang lain. 
                                                                     Setelah Farid duduk di bangku SMP selama tiga tahun, Farid disarankan Orang tua dan Saudaranya, untuk berlanjut di bangku SMA, tepatnya di SMA Negeri 1 Sugihwaras. Di bangku SMA Farid juga masih aktif, dan ikut berperan di kegiatan ekstra kurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan meninggalkan dunia Palang Merah Remaja (PMR). Farid saat semester ganjil kelas sepuluh, mulai memiliki keahlian dan potensi seni, terbukti pada saat ada ulangan seni budaya, dengan cermat ia mampu membuat hiasan relief dari seng.  Setelah itu ia juga mulai mengenal dunia seni tari, ia mulai lihai dan piawai menari, berbagai macam tarian tradisional, baik yang ditarikan oleh pria ataupun wanita. Karena menganggap ingin lebih benar lagi menari, ia pun bergabung di sebuah sanggar tari, yang terletak di Desa Dander Kabupaten Bojonegoro, yaitu Sanggar Tari Pandan wangi. Di sanggar tari itu Farid diajarkan teknik-teknik dasar dalam menari, sehingga ia mulai di ajarkan menari, pertama ia dilatih gerakan tari remo, dan tari garuda nuswantara. Tapi Farid jauh terlihat lebih mumpuni di bidang tari remo, itu bisa di tunjukkan dari setiap kali tampil, dia sering membawakan tari remo daripada tari garuda nuswantara. Namun niat dan impian Farid menjadi Penari, sempat terhenti di tengah jalan, karena saudara-saudara Farid melarang serta menolak keras Farid menjadi penari.  Farid sempat merasa putus asa, ia hampir menyerah menerima keadaan tersebut, Farid tidak ingin menjadi boneka hidup, ia bisa melihat segalanya tapi tidak bisa merasakannya. Farid kemudian bangkit dari keterpurukannya, meski pada saat itu Farid juga sering sekali sakit , ia tetap terus menari tidak menggubris larangan dari saudaranya. Saudara-saudaranya pun tidak bisa berbuat apa-apa, dengan penuh keyakinan dan sifatnya yang teguh pendirian , Farid kembali menekuni dunia seni tari.




                                                                        Selain ia juga tekun dan pandai dalam menari, di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Farid juga masih sering melakukan kegiatan menulis puisi, dan pada saat bulan bahasa , bulan oktober dua ribu lima belas, Farid di pilih oleh Guru Bahasa Indonesia, Bapak Drs.Garianto, untuk mewakili SMA Negeri 1 Sugihwaras, demi mengikuti lomba cipta puisi. Sayangnya, Farid tidak berhasil menyabet piala, dan menyandang gelar juara, walau seperti itu Farid masih tetap semangat, terus menulis puisi setiap hari, meski ia bukan pemenang lomba cipta puisi. Kelas sebelas SMA Farid mulai berpindah kelas dari sepuluh dua , menjadi kelas sebelas ilmu pengetahuan sosial (IPS) 3, SMA Negeri 1 Sugihwaras. Di kelas sebelas ini, Farid mulai menunjukkan bakat terpendamnya, ia baru berani  tampil percaya diri, percaya bahwa seni mampu menjadi kekuatan tersendiri bagi dirinya.









Pertama saat mencoba menari, Farid masih terlihat tersipu malu, namun ke dua kalinya ia menari, Farid pun mulai bisa mempertunjukkan siapa jati dirinya yang sesungguhnya. Semester dua, Farid diberikan kepercayaan untuk menampilkan tari remo, di dalam acara pelepasan siswa-siswi SMA Negeri 1 Sugihwaras. Farid dengan senang hati menari di dalam acara tersebut. Kelas dua belas, Farid mulai mengurangi kegiatan menari, karena Farid ingin memfokuskan belajarnya, untuk persiapan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) 2018 nantinya. Sekian Auto biografi dari Sang Penyair muda Bojonegoro, Mochammad Farid Cahya Hendrawan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyu Tresna

Banyu Tresna Karya : Moch.Farid Cahya Hendrawan Ana sawijining tresna tresna suci kang tak rangkep kelawan dedonga lan tetul...