Biodata Penyair muda Bojonegoro
Nama : Mochammad Farid Cahya Hendrawan
1.Rohmad (Alm)
2.Kusmiyati
3.Yayuk Istiqomah
4.Mochamad Ridwan
5.Agus Prayitno
6.Agustina (Almh)
7.Yulia Nur Amalia
8.Mochammad Farid Cahya
Hendrawan
Nama Orang tua :
Bapak Parji dan Ibu Paidjah
(Almh)
Almamater Pendidikan :
1.TK Dharma Wanita Genjor
2.SD Negeri Genjor
2.SMP Negeri 1 Sugihwaras
4.SMA Negeri 1 Sugihwaras
Tempat, Tanggal lahir :
Bojonegoro, 15 November 2000
Hobby : Menulis dan Menari
Tinggi badan : 178 cm
Berat badan : 73 kg
Zodiac : Scorpio
Makanan kesukaan : Soto Ayam
Alamat : Desa Genjor RT.05
RW.01, Kecamatan Sugihwaras
Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur.
Genre musik : Semua Genre musik
Cita-cita : Penulis dan Seniman Tari
Motto Hidup : “Lebih baik jatuh berkali-kali dalam
pahitnya kegagalan,
Lalu bangkit demi merubah pahitnya kegagalan menjadi
Manisnya
kesuksesan “
AUTOBIOGRAFI PENYAIR MUDA BOJONEGORO

Ia
bernama lengkap Mochammad Farid Cahya Hendrawan , tetapi lebih sering dan akrab
di panggil Farid. Ia di lahirkan di salah satu Rumah Sakit di Bojonegoro, yaitu
di RSUD Dr.Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, pukul 13.00 WIB. Menurut yang
pernah di ceritakan oleh Bapaknya, arti dan makna namanya di ambil dari waktu
ketika Farid lahir di alam semesta ini. Nama terakhirnya Hendrawan, di petik
dari kalimat awan, yang dalam bahasa jawa artinya siang, karena di anggap
kalimat awan kurang sesuai , lalu diberikan tambahan depan Hendra, yang
menyambung menjadi Hendrawan.

Sejak masih dalam usia
balita, Farid sangat menyenangi permainan dengan mainan , yang terdapat
gambar-gambar, ataupun tulisan di dalam mainan tersebut. Farid di masa balita
suka membuat coret-coretan, entah itu di dalam buku, kertas, ataupun di tempat
media yang lain. Sehingga lama kelamaan ketika menginjak sekolah taman
kanak-kanak, ia mencoba untuk belajar menulis huruf. Setiap Farid hendak pergi
berangkat ke sekolah, ataupun berangkat ke tempat belajar mengaji (Madrasah
Diniyah), Farid tidak akan mau berangkat kalau jumlah pensilnya tidak berjumlah
lebih dari satu pensil. Sebelum Farid berusia lebih dari dua belas tahun, postur
tubuh dan berat badannya masih terbilang kurus, ketika beranjak tiga belas
tahun pola makan juga gaya hidupnya mulai tidak terkendali, lalu ia sekarang
menjadi berbadan gemuk, berbeda seratus delapan puluh derajat dari Farid yang
dulu.
Farid merupakan Anak Bungsu, dari delapan bersaudara, yang sekarang tinggal enam bersaudara. Kakak sulungnya yang laki-laki terlebih dahulu menghadap Allah SWT, waktu usia Farid baru genap tujuh hari. Sedangkan Kakak perempuannya meninggal dunia , jauh sebelum ia lahir di alam semesta ini.Menurut beberapa pendapat, dan perkataan-perkataan dari setiap orang di sekitar rumahnya, Farid sangat mirip sekali dengan Kakak sulungnya, baik dari bentuk mata, tinggi badan, bentuk wajah, juga kebiasaan-kebiasaan, yang sering di lakukan Kakak sulungnya dulu.Tidak jarang tetangga kanan-kirinya memanggil Farid sama dengan sebutan Kakak sulungnya. Meskipun banyak anggapan yang berpendapat bermacam-macam sebutan serta julukan, Farid tidak menghiraukannya sama sekali, toh ia merasa wajar saja orang-orang memanggilnya demikian, karena itu juga Saudara Kandung Farid, jadi tidak ada yang salah sama sekali.Tapi ada pula yang tidak mirip, yaitu hanya pada postur tubuh dan berat badannya saja.
Tahun dua ribu sepuluh di bulan juli, tepatnya pada tanggal tiga, waktu usianya baru sembilan tahun , ketika duduk dibangku kelas empat Sekolah Dasar, sosok Seseorang Wanita yang begitu Farid sayangi, begitu berharga dan berarti baginya, selalu Farid impikan bahwasannya Farid bisa selalu di dampinginya, yakni Sosok Ibu Kandung Farid, Ibunda tercinta kembali berpulang menghadap ke pangkuan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Suasana sedih , rindu untuk kembali bertemu, menghampiri diri Sang Penyair Puisi.Kendati demikian, Farid tetap tegar dan mengikhlaskan kepergian Ibundanya, ia berpendapat apabila semua Khalifah, atau semua makhluk hidup di muka bumi ini, bagaikan tanaman yang tidak lama, akan di panen oleh pemilik tanamannya. Ibunda Farid selalu memanjakan Farid, apapun yang mintanya dan di kehendakinya, selalu Ibunda Farid menurutinya, wajar saja kalau Farid begitu terpukul melihat kepergian Ibundanya. Ada kebiasaan yang mungkin jarang sekali terjadi oleh anak-anak balita lainnya, dan mungkin kebiasaan ini terbiasa sampai sang Ibu meninggalkannya, yaitu meminta untuk di garuk telapak tangannya, sebelum Farid akan memejamkan ke dua matanya. Bahkan ketika usianya sudah remaja, kebiasaan kecil itu masih terbawa, dan Farid tidak akan tidur sebelum menggaruk telapak tangannya.
Sewaktu Farid akan
melaksanakan khitan, kelas enam sekolah dasar, di bulan februari tahun dua ribu
dua belas, dalam acara syukuran khitanannya, Farid mendapat tamu istimewa, Ia
di datangi Orang nomer satu di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Bapak Drs.H.Suyoto,
M.Si. Farid begitu bahagia dan gembira,
karena banyak sekali para orang –orang pemerintahan kabupaten, yang menyambangi
gubuk kecil Sang Penyair Puisi. Ia juga
sempat bertanya-tanya mengapa rumahnya yang hanya berlantai tanah, dan dinding
yang terbuat dari anyaman bambu, dapat diketahui orang pemerintahan di kala
itu. Dulu semasa sekolah dasar, Farid mempunyai banyak kenangan cerita-cerita
indah, yang selalu menemani hari-hari Sang Penyair Puisi. Ketika pertengahan
akhir kelas enam sekolah dasar, sewaktu ingin masuk ruang kelas, farid
mengalami nasib tragis tangan kiri Farid harus sobek , karena terkena pintu,
akibat di jorokkan oleh teman sebangkunya dulu.Pada saat mata pelajaran
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, di sekolah dasar, Farid termasuk
anak yang tidak begitu faham akan dunia olahraga, ia selalu tampak kebingungan
di kala jam pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
Setelah menempuh
pendidikan di jenjang sekolah dasar, Farid melanjutkan pendidikan sekolah
menengah pertama, di SMP Negeri 1 Sugihwaras, yang letaknya lumayan jauh dari
rumah Farid.Kelas tujuh sekolah menengah pertama, saat masih awal masuk sekolah
menengah pertama, tepatnya pada saat selesai membaca pengumuman penerimaan
peserta didik baru, sore hari tepatnya
waktu menjelang sholat maghrib, hendak pulang ke rumahnya, Farid mengalami
pengalaman buruk, rantai sepedanya terputus di tengah jalan raya, sehingga
Farid menuntun sepedanya supaya sampai di depan tempat servis sepeda. Akhirnya
Farid mengetahui tempat servis sepeda, langsunglah Farid memperbaiki sepedanya,
kemudian ia kembali melanjutkan perjalanan pulangnya yang sampai pukul setengah
delapan malam ia baru sampai di rumah. Dahulu kala saat bersekolah, saat pulang
ia selalu menjadi korban dari ulah tangan-tangan jahil , entah dari kakak kelas
ataupun teman seusianya, seperti alat-alat sepeda yang tidak lengkap, dan
mungkin pernah juga ban sepedanya di kempesi , sehingga ia sering sekali
memperbaiki sepedanya setiap hari. Mungkin hanya berjarak satu atau dua hari
tidak menserviskan sepedanya, lebih dari itu ia sering sekali pergi ke tukang
servis sepeda. Farid tetap tabah dan berbesar hati, tidak ingin putus asa atau
menyerah, meski kadang kala ia dituntut untuk mengalah.
Farid
juga aktif berorganisasi, seperti mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Palang
Merah Remaja (PMR), yang ia ikuti sejak kelas delapan Sekolah Menengah Pertama,
ia merasa suka kegiatan tersebut, karena ia juga tahu bagaimana cara yang harus
di lakukan saat menghadapi orang di sekitarnya yang sedang sakit. Selain itu pula Farid juga sangat aktif
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR), yang membuatnya
juga berfikir kritis dan analitis, memecahkan masalah , dan membuat percobaan
ilmiah dengan cara-cara yang sederhana. Kelas delapan sekolah menengah pertama, Bapak
Farid berniat untuk menempatkan Farid di pondok pesantren, yang bertempat di
Desa Trate, Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro, di bawah asuhan Kyai Mohammad
Syukri. Disana selain Farid bisa mendapatkan ilmu-ilmu keagamaan, Farid juga
mendapatkan banyak pengalaman yang ia terima di lingkungan asrama. Di samping
itu pula meskipun hidup di bawah naungan pesantren, yang berlandaskan
nilai-nilai agama, Farid juga masih mendapatkan pendidikan formal, yaitu ketika
pukul 07.00 WIB-13.00 WIB, Waktu itu Farid habiskan untuk belajar ilmu duniawi,
pukul 14.30 WIB-21.30 WIB, Waktu itu Farid pergunakan semaksimal mungkin itu
mengejar pendidikan ilmu agama.
Setelah Farid duduk di bangku SMP selama tiga tahun, Farid disarankan
Orang tua dan Saudaranya, untuk berlanjut di bangku SMA, tepatnya di SMA Negeri
1 Sugihwaras. Di bangku SMA Farid juga masih aktif, dan ikut berperan di
kegiatan ekstra kurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan meninggalkan dunia
Palang Merah Remaja (PMR). Farid saat semester ganjil kelas sepuluh, mulai
memiliki keahlian dan potensi seni, terbukti pada saat ada ulangan seni budaya,
dengan cermat ia mampu membuat hiasan relief dari seng. Setelah itu ia juga mulai mengenal dunia seni
tari, ia mulai lihai dan piawai menari, berbagai macam tarian tradisional, baik
yang ditarikan oleh pria ataupun wanita. Karena menganggap ingin lebih benar
lagi menari, ia pun bergabung di sebuah sanggar tari, yang terletak di Desa
Dander Kabupaten Bojonegoro, yaitu Sanggar Tari Pandan wangi. Di sanggar tari
itu Farid diajarkan teknik-teknik dasar dalam menari, sehingga ia mulai di
ajarkan menari, pertama ia dilatih gerakan tari remo, dan tari garuda
nuswantara. Tapi Farid jauh terlihat lebih mumpuni di bidang tari remo, itu
bisa di tunjukkan dari setiap kali tampil, dia sering membawakan tari remo
daripada tari garuda nuswantara. Namun niat dan impian Farid menjadi Penari,
sempat terhenti di tengah jalan, karena saudara-saudara Farid melarang serta
menolak keras Farid menjadi penari. Farid sempat merasa putus asa, ia hampir
menyerah menerima keadaan tersebut, Farid tidak ingin menjadi boneka hidup, ia
bisa melihat segalanya tapi tidak bisa merasakannya. Farid kemudian bangkit
dari keterpurukannya, meski pada saat itu Farid juga sering sekali sakit , ia
tetap terus menari tidak menggubris larangan dari saudaranya. Saudara-saudaranya
pun tidak bisa berbuat apa-apa, dengan penuh keyakinan dan sifatnya yang teguh
pendirian , Farid kembali menekuni dunia seni tari.
Selain ia juga tekun dan pandai dalam menari, di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Farid juga masih sering melakukan kegiatan menulis puisi, dan pada saat bulan bahasa , bulan oktober dua ribu lima belas, Farid di pilih oleh Guru Bahasa Indonesia, Bapak Drs.Garianto, untuk mewakili SMA Negeri 1 Sugihwaras, demi mengikuti lomba cipta puisi. Sayangnya, Farid tidak berhasil menyabet piala, dan menyandang gelar juara, walau seperti itu Farid masih tetap semangat, terus menulis puisi setiap hari, meski ia bukan pemenang lomba cipta puisi. Kelas sebelas SMA Farid mulai berpindah kelas dari sepuluh dua , menjadi kelas sebelas ilmu pengetahuan sosial (IPS) 3, SMA Negeri 1 Sugihwaras. Di kelas sebelas ini, Farid mulai menunjukkan bakat terpendamnya, ia baru berani tampil percaya diri, percaya bahwa seni mampu menjadi kekuatan tersendiri bagi dirinya.

Pertama saat mencoba menari, Farid masih terlihat tersipu malu, namun ke dua kalinya ia menari, Farid pun mulai bisa mempertunjukkan siapa jati dirinya yang sesungguhnya. Semester dua, Farid diberikan kepercayaan untuk menampilkan tari remo, di dalam acara pelepasan siswa-siswi SMA Negeri 1 Sugihwaras. Farid dengan senang hati menari di dalam acara tersebut. Kelas dua belas, Farid mulai mengurangi kegiatan menari, karena Farid ingin memfokuskan belajarnya, untuk persiapan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) 2018 nantinya. Sekian Auto biografi dari Sang Penyair muda Bojonegoro, Mochammad Farid Cahya Hendrawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar